Selasa, 25 Mei 2010

Siswa SMK Juga Bisa Merakit Pesawat

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa tahun lalu, melalui rintisan tangan dingin BJ Habibie, Indonesia pernah memproduksi pesawat terbang CN-235 dan N-250. Setelah itu, tak ada kabar lagi pembuatan pesawat yang dilakukan oleh anak Indonesia.
Membuat pesawat sendiri jelas bukan pekerjaan yang mudah. Namun para siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) Negeri 29 Jakarta memiliki keinginan untuk membuat pesawat, seperti yang pernah dilakukan Habibie.

Di sekolah, para siswa itu mulai diberi materi dan praktik pembuatan serta pemeliharaan pesawat saat semester akhir di kelas 11 atau yang dikenal di SMK ini sebagai taruna tingkat II. Sehingga saat mereka nanti lulus, diharapkan sudah mampu bekerja dan menerapkan ilmu yang didapatnya.
Sekolah yang semula didirikan di ruang hangar Pesawat Udara Kemayoran Jakarta pada bulan Agustus 1954, ini dikenal dengan STM Penerbangan, dipindahkan lokasinya ke Jl Prof Joko Sutono SH No 1 Kebayoran Baru sejak tahun 1958 di atas luas tanah 20.980 m2.
Sekolah ini merupakan satu-satunya SMK Negeri Kelompok Teknologi Industri Udara yang berada di wilayah Segitiga Emas Jakarta Selatan, dengan spesialisasi Teknologi Pesawat Udara. Satu-satunya di DKI Jakarta dan memiliki potensi dan peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan dan dikembangkan.
Ini dibuktikan dalam kegiatan Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) tingkat Nasional ke XVIII yang diadakan di Arena PRJ Kemayoran 12-16 Mei 2010. Para siswa SMKN ini menampilkan hasil rakit pesawat dengan panjang sekitar 3,5 meter dan lebar badan 1,5 meter, sedangkan sayap 1 meter. Kapasitasnya hanya dua tempat duduk. Pesawat yang diberi nama ‘Jabiru’ ini cukup menarik perhatian pengunjung selama pameran LKS SMK di dalam Hall D PRJ tersebut.
Menurut Leo Burju, taruna tingkat III yang ikut dalam LKS kali ini, sebenarnya sudah sejak 2003 lalu sekolah mereka mampu merakit pesawat. ”Untuk merakit satu pesawat seperti ini, kami mengerjakannya selama 3-5 bulan dan biasanya keroyokan sampai 10 siswa. Ini sebagai upaya kami yang benar-benar mempelajari dan menerapkan praktiknya secara bersama,” katanya, Ahad (16/5).
Nama Jabiru, menurut Leo, diambil dari nama pabrikan Australia yang menyuplai bahan pesawat. Sekolah tersebut memang menjalin kerjasama dengan pabrikan tersebut.
Bahan-bahan berupa kerangka yang terpisah-pisah itu kemudian dirakit para siswa. Satu tim perakit terdiri atas sepuluh siswa yang dipimpin seorang instruktur. Mereka merakit mulai bodi pesawat, sayap, mesin, roda, sampai instrumen. Perakitan dimulai dengan memasang mesin dan bodi pesawat.
Tahap kedua memasang instrumen atau penunjuk pilot di kokpit. Setelah itu, dilanjutkan pemasangan alat kemudi terbang (flight control). Setelah tahap ketiga selesai, pekerjaan dilanjutkan dengan pemasangan sayap, roda (landing gear), dan penyangga pesawat. ”Termasuk, memasang baling-baling,” cetus Leo.
Setelah pekerjaan itu selesai, baru dipasang kursi pesawat, diikuti memfungsikan saluran bahan bakar. Termasuk, memasang avionic atau listrik pesawat. Perakitan ditutup dengan mengecat bodi pesawat. Setelah pesawat jadi, mulai dilakukan uji coba.
Jabiru pertama diuji coba pada 2004 di lapangan terbang Pondok Cabe. Jabiru juga sering dipakai atlet Federasi Aero Sport Indonesia.
Dengan kemampuan itu, menurut salah satu guru yang mewakili SMKN 29 pada LKS tersebut, Budi Ramelan, para siswanya punya peluang besar bekerja di industri pesawat. Tidak sedikit lulusan sekolah itu yang langsung direkrut perusahaan penerbangan.
sumber : republika.online
Gambar :  detikforum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari biasakan memberi komentar setiap kali anda mengunjungi Blog ini, siapapun anda dan dimanapun kami menunggu komentar anda untuk perbaikan dikemudian hari.